PEMBAHASAN
A. Surat
al Hujurat : 13
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا
خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ
لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ
عَلِيمٌ خَبِيرٌالحجرات : 13
B.
Mufrodat
Menjadikan,
membuat, menciptakan kalian[1]
|
:
|
خَلَقْنَاكُمْ
|
Laki-laki,
jantan[2]
|
:
|
ذَكَرٍ
|
Perempuan,
betina [3]
|
:
|
أنْثَى
|
Membuat,
menjadikan, menciptakan[4]
kalian
|
:
|
جَعَلْنَكُمْ
|
Beberapa
suku yang besar, beberapa bangsa[5]
|
:
|
شُعُوْبًا
|
Bersuku-suku[6]
|
:
|
قَبَا
ئِلُ
|
Saling
berkenalan[7]
|
:
|
تَعَارَفُوْا
|
Paling
Mulia diantara kalian[8]
|
:
|
أَكْرَمَكُمْ
|
orang
yang paling taqwa diantara kalian[9]
|
:
|
أَتْقَاكُمْ
|
Maha
Mengenal [10]
|
:
|
خَبِىْرٌ
|
C.
Terjemah
Artinya :
“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan
kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa
- bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang
yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa
diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”[11]
D.
Asbabun Nuzul (Sebab-sebab
turunnya Al Qur’an)
Diriwayatkan oleh Abu Mulaikah, pada saat terjadinya
Fathul Makkah (8 H), Rasul mengutus Bilal Bin Rabbah untuk mengumandangkan
adzan, ia memanjat ka’bah dan berseru kepada kaum muslimin untuk shalat
jama’ah. Ahab bin Usaid ketika melihat Bilal naik keatas ka’bah berkata “segala
puji bagi Allah yang telah mewafatkan ayahku, sehingga tidak menyaksikan
peristiwa hari ini”.
Harist bin Hisyam berkata “Muhammad menemukan orang
lain ke-cuali burung gagak yang hitam
ini”, kata-kata ini dimaksudkan untuk men-cemooh Bilal, karena warna kulit Bilal yang hitam. Maka datanglah
malaikat Jibril memberitahukan kepada Rasulullah tentang apa yang dilakukan
mereka. Sehingga turunlah ayat ini, yang melarang manusia untuk menyombongkan
diri karena kedudukannya, kepangkatannya, kekayaannya, keturunan dan mencemooh
orang miskin.[12]
Diterangkan pula bahwa kemuliaan itu dihubungkan
dengan ketakwaan, karena yang membedakan manusia disisi Allah hanyalah dari
ketakwaan seseorang.
Adapun asbabun nuzul yang diriwayatkan oleh Abu Daud
tentang peristiwa yang terjadi kepada sahabat Abu Hindin (yaitu sahabat yang
biasa berkidmad kepada nabi). rasulullah mengfurus Bani Bayadah untuk
menikahkan Abu Hindin dengan gadis-gadis di kalangan mereka. Mereka bertanya
“apakah patut kami mengawinkan gadis kami dengan budak-budak?” sehingga turun
ayat ini, agar kita tidak mencemooh seseorang karena memandang kedudukannya.[13]
E.
Ayat
Qur’an Pendukung (Ayat Munasabah)
وَمِنْ آيَاتِهِ خَلْقُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَاخْتِلافُ
أَلْسِنَتِكُمْ وَأَلْوَانِكُمْ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِلْعَالِمِينَ
(الروم : 22)
“ Dan di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan
warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi orang-orang yangi mengetahu”i.[14]
tûïÏ%©!$#ur crè÷sã úüÏZÏB÷sßJø9$# ÏM»oYÏB÷sßJø9$#ur ÎötóÎ/ $tB (#qç6|¡oKò2$# Ïs)sù (#qè=yJtFôm$# $YZ»tFôgç/ $VJøOÎ)ur
$YYÎ6B
“Dan orang-orang yang menyakiti
orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, Maka
Sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata”.[15]
F.
Kandungan
atau Tafsir
يقول تعالى مخبرًا للناس أنه خلقهم من نفس واحدة، وجعل منها زوجها،
وهما آدم وحواء، وجعلهم شعوبا، وهي أعم من القبائل، وبعد القبائل مراتب أخر
كالفصائل والعشائر والعمائر والأفخاذ وغير ذلك. ) تفسير ابن كثير : مكتبة شاميلة (
“Allah sedang
memberitahukan kepada manusia Sesungguhnya Dia telah menciptakan manusia dari
tubuh satu orang saja, dan menjadikan dari tubuh tersebut pasanganya, mereka
adalah adam dan hawa, dan Allah menjadikan manusia itu menjadi beberapa bangsa
dan suku, yaitu suku-suku pada umumnya, setelah bersuku-suku di lanjutkan yang
lainnya, seperti beberapa bagian, beberapa kabilah, beberapa tempat tinggal, dan
lain sebagainya.”[16]
Allah menciptakan manusia dari seorang
laki-laki (Adam) dan seorang perempuan (Hawa), dan menjadikannya
berbangsa-bangsa, bersuku-suku, dan berbeda-beda warna kuligt bukan untuk
saling mencemoohkan, tetapi untuk saling mengenal dan menolong. Allah tidak menyukai
orang-orang yang memperlihatkan kesombongan dengan keturunan, kepangkatan atau
kekayaan karena yang mulia diantara manusia disisi Allah hanyalah orang yang
bertakwa kepada-Nya.[17]
Kebiasaan manusia memandang
kemuliaan itu ada sangkut pautnya dengan kebangsaan dan kekayaan. Padahal
menurut pandangan Allah, orang yang mulia itu adalah orang yang paling bertakwa
kepada Allah. Mengapa manusia saling menolok-olok sesama saudara hanya karena
Allah menjadikan mereka bersuku-suku dan
berkabilah-kabilah yang berbeda-beda, sedangkan Allah menjadikan seperti itu
agar manusia saling mengenal dan saling tolong menolong dan kemaslahatan-maslahatan
mereka yang bermacam-macam. Namun tidak ada kelebihan bagi
seseorangpun atas yang lain, kecuali dengan taqwa dan keshalihan, disamping
kesempurnaan jiwa bukan dengan hal-hal yang bersifat keduniaan yang tidak
pernah abadi.
Diriwayatkan pula dari Abu
Malik Al-Asy’ari, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda, ”sesungguhnya Allah
tidak memandang kepada pangkat-pangkat kalian dan tidak pula kepada
nasab-nasabmu dan tidak pula pada tubuhmu, dan tidak pula pada hartamu, akan
tetapi memandang pada hatimu. Maka barang siapa mempunyai hati yang shaleh, maka Allah belas kasih
kepadanya. Kalian tak lain adalah anak cucu Adam. Dan yang paling dicintai
Allah hanyalah yang paling bertaqwa diantara kalian,”. Jadi jika kalian hendak
berbangga maka banggakanlah taqwamu, artinya barang siapa yang ingin memperoleh
derajat-derajat tinggi hendaklah ia bertaqwa. Sesungguhnya Allah maha tahu
tentang kamu dan amal perbuatanmu, juga maha waspada tentang hatimu, maka
jadikanlah taqwa sebagai bekalmu untuk akhiratmu.[18]
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Muhammad, Yusuf. Ensiklopedi
Tematis Ayat Al-qur’an dan Hadits Jilid5. Jakarta : Widya
cahaya,
Munawir, A. Warson. Al-Munawir, Kamus
Arab-Indonesia. Surabaya: Pustaka Progresif, 2002.
Mustofa
Al-Maraghi, Ahmad. Terjemah Tafsir
Al-Maraghi. Semarang : CV. Toha Putra, 1993.
[1] A. Warson Munawir, Al-Munawir, Kamus Arab-Indonesia (Surabaya:
Pustaka Progresif, 2002), 488
[2] Ibid., 488
[3] Ibid., 042
[4] Ibid., 196
[5] Ibid., 723
[6] Tanpa nama, Terjemah Alfadzil Qur’an “Al Inayah Lil Mubtadi’in Jilid VIII (juz 25, 26, 27), Jakarta (Yayasan
Pembinaan Masyarakat Islam ; Al Hikmah), tt, hal. 145-146
[11] Departemen agama, Al-qur’an dan tafsir Departemen Agama RI,2009,(Tanpa Kota, Departemen agama). Hal
409
[14] Ahmad Muhammad Yusuf Ensiklopedi
Tematis Ayat Al-qur’an dan Hadits, 2009 (Jakarta,
Widya cahaya),
Jilid 5 hal 419
[16] Abul Fada’ Isma’il Bin Katsir Bin Katsir, tafsir Ibnu Katsir, (tanpa
Kota, Ummil Kitab, tt), hal 1979
[18] Ahmad Mustofa Al-Maraghi Terjemah Tafsir Al-Maraghi, (Semarang, CV. Toha Putra, 1993). Hal 235-238
Terimakasih gan, sangat bermanfaat ...
BalasHapus